Aghnia Maurizka Prameswari
14 July, 2022
Berdasarkan KUHAP Pasal 1 angka 1, yang dimaksud dengan Penyidikan adalah serangkaian tindakan penyidik untuk mencari serta mengumpulkan bukti yang dengan bukti itu membuat terang tentang tindak pidana yang terjadi dan guna menemukan tersangkanya.
Seperti yang disebutkan dalam Peraturan Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia Nomor 6 Tahun 2019 Tentang Penyidikan Tindak Pidana (Perkap nomor 6 tahun 2019), khususnya pada Pasal 16, dalam proses penyidikan terdapat upaya paksa yang terdiri dari; pemanggilan, penangkapan, penahanan, penggeledahan, penyitaan dan pemeriksaan surat.
Pasal 19 KUHAP mengatur bahwa apabila tersangka telah dilakukan pemanggilan secara sah dan tidak hadir dua kali berturut-turut, maka dapat dilakukan penangkapan untuk kepentingan penyelidikan yang dilakukan oleh pejabat polisi negara Republik Indonesia atau pejabat pegawai negeri sipil tertentu yang diberi wewenang sebagai Penyidik dan apabila tersangka telah dipanggil untuk pemeriksaan dan tidak jelas keberadaannya maka dapat dicatat di dalam Daftar Pencarian Orang (DPO) dan dibuatkan surat pencarian orang sebagaimana tercantum pada Pasal 17 ayat (6) Perkap nomor 6 tahun 2019.
Ada kalanya, tersangka merupakan seseorang yang cukup terkemuka yang memiliki banyak penganut dan penganut tersebut secara sengaja menghambat atau menghalang-halangi proses peradilan dengan mengimani bahwa orang yang didukungnya tidak mungkin melakukan tindak pidana.
Mengacu pada contoh kasus tersebut di atas, kita dapat mengacu pada:
UUD NRI 1945 Pasal 27 ayat (1):
“Segala warga negara bersama kedudukannya di dalam hukum dan pemerintahan wajib menjunjung hukum dan pemerintahan itu dengan tidak ada kecualinya.”
KUHP Pasal 216 ayat (1):
“Barang siapa dengan sengaja tidak menuruti perintah atau permintaan yang dilakukan menurut undang-undang oleh pejabat yang tugasnya mengawasi sesuatu, atau oleh pejabat berdasarkan tugasnya, demikian pula yang diberi kuasa untuk mengusut atau memeriksa tindak pidana; demikian pula barang siapa dengan sengaja mencegah, menghalang-halangi atau menggagalkan tindakan guna menjalankan ketentuan undang- undang yang dilakukan oleh salah seorang pejabat tersebut, diancam dengan pidana penjara paling lama empat bulan dua minggu atau pidana denda paling banyak sembilan ribu rupiah.”
KUHP Pasal 221 ayat (1)
“Diancam dengan pidana penjara paling lama sembilan bulan atau pidana denda paling banyak empat ribu lima ratus rupiah: barang siapa dengan sengaja menyembunyikan orang yang melakukan kejahatan atau yang dituntut karena kejahatan, atau barang siapa memberi pertolongan kepadanya untuk menghindari penyidikan atau penahanan oleh penjahat kehakiman atau kepolisian, atau oleh orang lain yang menurut ketentuan undang-undang terus-menerus atau untuk sementara waktu diserahi menjalankan jabatan kepolisian;”
Dari Pasal-Pasal diatas, dapat disimpulkan bahwa hukum di Indonesia menganut asas equality before the law dimana semua orang memiliki kedudukan yang sama di mata hukum dan pada pasal 216 dan 221 KUHP mengatur larangan dan ancaman pidana bagi setiap orang yang menghalangi upaya hukum yang sedang dilaksanakan. Alangkah lebih baik masyarakat dan aparat penegak hukum tidak bias kepada salah satu pihak dan mengindahkan proses pemeriksaan serta percaya kepada bukti-bukti yang ada. Bagaimanapun, keputusan benar atau salahnya akan dibuktikan dimuka pengadilan.