Diani Pracasya
November 21st, 2019
Bahwa seorang warga sipil di Indonesia diperbolehkan untuk memiliki senjata api dengan persyaratan dan ketentuan yang diwajibkan oleh peraturan perundang-undangan yang berlaku. Berdasarkan Pasal 9 Undang-undang Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 1948 tentang Senjata Api, Pendaftaran, dan Izin Pemakaian (“UU No. 8 Tahun 1948”), diatur bahwa setiap orang yang bukan anggota Tentara atau Polisi yang mempunyai dan memakai senjata api harus mempunyai surat izin pemakaian senjata api menurut contoh yang ditetapkan oleh Kepala Kepolisian Negara.
Dimana untuk setiap senjata api harus diberikan sehelai surat izin dan pihak yang berhak memberi surat izin pemakaian senjata api ialah Kepala Kepolisian Karesidenan atau orang yang ditunjukannya. Sehingga jelas, berdasarkan ketentuan pasal tersebut memperbolehkan warga sipil untuk memiliki senjata api, namun kepemilikan senjata api tersebut harus memiliki izin yang diperoleh dari Kepolisian Negara Republik Indonesia.
Berdasarkan Pasal 4 Peraturan Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia Nomor 18 Tahun 2015 tentang Perizinan, Pengawasan, dan Pengendalian Senjata Api Nonorganik Kepolisian Negara Republik Indonesia / Tentara Nasional Indonesia untuk Kepentingan Bela Diri (“Perkap No. 18 Tahun 2015”), jenis senjata api nonorganik Polri/TNI meliputi senjata api peluru tajam, senjata api peluru karet, dan senjata api peluru gas. Selain senjata api nonorgani Polri/TNI sebagaimana disebutkan tersebut di atas, terdapat benda-benda yang menyerupai senjata api yang dapat digunakan untuk kepentingan bela diri, yaitu berupa semprotan gas air mata dan alat kejut listrik. Pasal 8 dan Pasal 9 Perkap No. 18 Tahun 2015 mengatur tentang persyaratan untuk dapat memiliki dan/atau menggunakan senjata apo nonrganik Polri/TNI untuk kepentingan bela diri seperti halnya berusia paling rendah 24 tahun, sehat jasmani dan rohani yang dibuktikan dengan surat keterangan dari dokter Polri, memenuhi persyaratan psikologis yang dibuktikan dengan surat keterangan dari psikolog Polri, lulus wawancara terhadap questioner yang telah diisi pemohon yang dilaksanakan oleh Ditintelkam Polda dengan diterbitkan surat rekomendasi dan dapat dilakukan wawancara mendalam oleh Baintelkam Polri, dan persyaratan-persyaratan lainnya yang diwajibkan.
Pasal 11 Perkap No. 18 Tahun 2015 menyatakan bahwa jumlah senjata api nonorganik Polri/TNI yang dapat dimiliki dan digunakan oleh setiap warga negara untuk kepentingan bela diri paling banyak 2 (dua) pucuk. Bagi perorangan yang telah memiliki senjata api nonorganik Polri/TNI untuk kepentingan bela diri melebihi 2 (dua) pucuk, Pasal 28 Perkap No. 18 Tahun 2015 mengatur bahwa kelebihan senjata api tersebut wajib diserahkan untuk disimpan di gudang Polri atau dihibahkan kepada orang lain yang memenuhi persyaratan. Dalam hal pemilik tidak menyerahkan kelebihan senjata api untuk disimpan di gudang Polri atau tidak menghibahkan kepada orang lain, maka surat izin tidak dapat diterbitkan dan kepemilikan senjata api dinyatakan tidak sah.
Atas diperolehnya surat izin atas kepemilikan senjata api oleh warga sipil, Pasal 13 UU No. 8 Tahun 1948 memberikan pembatasan atau hukuman kepada pemilik senjata api yang menyalahgunakan penggunaan senjata api yaitu dengan mencabut surat izin kepemilikan senjata api, dinyatakan bahwa surat izin pemakaian senjata api (termasuk izin sementara) dapat dicabut oleh pihak yang berhak memberikannya apabila senjata api itu disalah pergunakan, dan senjata api tersebut dapat dirampas. Hal inipun selaras dengan Pasal 29 Perkap No. 18 Tahun 2015 yang menyatakan bahwa bagi pemegang surat izin senjata api nonorganik Polri/TNI untuk kepentingan bela diri yang melakukan penyimpangan atau penyalahgunaan izin, menjadi tersangka dalam suatu tindak pidana, wajib menyerahka senjatanya untuk disimpan di gudang Polri dan surat izin pemilikan dan kartu surat izin pengunaan senjata apinya dicabut. Dikarenakan pada persyaratan yang diwajibkan oleh Perkap No. 18 Tahun 2015 diwajibkan bagi pemohon (pemilik senjata api) untuk membuat surat pernyataan kesanggupan tidak menyalahgunakan senjata api nonorganik Polri/TNI. Kemudian akibat dari penyalahgunaan kepemilikan senjata api, Pasal 29 ayat (3) Perkap No. 18 Tahun 2015 menyatakan bahwa bagi pemilik yang pernah terlibat tindak pidana dan/atau penyalahgunaan senjata api, tidak dapat diberikan penggantian surat izin pemilikan dan tidak dapat diberikan perpanjangan kartu surat izin penggunaan senjata api.
Atas penjelasan pasal tersebut di atas, dapat dipahami bahwa penggunaan senjata api secara perseorangan diperbolehkan sepanjang penggunaan senjata api digunakan untuk bela diri, lalu apa yang dimaksud dengan bela diri?
Di dalam perundang-undangan di Indonesia tidak secara langsung menggunakan frasa “bela diri” melainkan Pasal 49 Kitab Undang-undang Hukum Pidana (“KUHP”) menggunakan frasa “pembelaan darurat atau pembelaan terpaksa”, dimana Pasal tersebut menyatakan bahwa tidak dipidana, barang siapa melakukan perbuatan pembelaan terpaksa untuk diri sendiri maupun orang lain, kehormaan kesusilaan atau harta benda sendiri maupun orang lain, karena ada serangan atau ancaman serangan yang sangat dekat pada saat itu yang melawan hukum. Kemudian, pembelaan terpaksa yang melampaui batas yang langsung disebabkan oleh keguncangan jiwa yang jebat karena serangn atau ancaman serangan itu, tidak dipidana. Pasal ini mengatur alasan penghapus pidana yaitu alasan pembenar karena perbuatan pembelaan darurat bukan merupakan suatu perbuatan melawan hukum. Syarat-syarat suatu perbuatan dikategorikan sebagai pembelaan darurat menurut R. Soesilo dalam bukunya yang berjudul Kitab Undang-undang Hukum Pidana serta Komentar-komentar Lengkap Pasal Demi Pasal, disebutkan 3 (tiga) syarat, yaitu:
1. perbuatan yang dilakukan itu harus terpaksa dilakukan untuk mempertahankan (membela), pertahanan itu harus amat perlu, boleh dikatakan tidak ada jalan lain, dalam hal ini harus ada keseimbangan yang tertentu antara pembelaan yang dilakukan dengan serangannya;
2. pembelaan atau pertahanan itu harus dilakukan hanya terhadap kepentingan yang disebutkan dalam Pasal 49 KUHP saja yaitu badan, kehormatan, dan barang diri sendiri atau orang lain; dan
3. harus ada serangan yang melawan hak dan mengancam pada ketika itu juga.
Atas penjelasan pembelaan terpaksa atau pembelaan darurat tersebut di atas, maka dalam hal pemilik senjata api menggunakan senjata api dalam keadaan pembelaan darurat seperti yang diatur dalam Pasal 49 KUHP maka perbuatan tersebut bukan merupakan suatu perbuatan melawan hukum dan dapat dikatakan sebagai penggunaan senjata api untuk kepentingan bela diri seperti yang diatur dalam Perkap No. 18 Tahun 2015.